Part 1
Siapa yang tidak kenal pulau Dewata Bali? Pulau yang memiliki keindahan dan kekayaan alam yang sangat menakjubkan. Tidak heran, jika kebanyakan turis mengenal Bali dibanding Jakarta yang merupakan ibukota negara Indonesia.
Perjalanan kami menuju pulau Dewata itu diawali setelah menonton film yang diperankan oleh Riki Harun dengan judul Kirun dan Adul pengen punya pacar keren.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Film tersebut termasuk kategori dewasa, yang pada saat itu juga aku dan sahabatku baru saja mau dewasa. Jadi, sudah cukup matang untuk menonton film itu.
Sejak tamat di bangku SMA dan melanjutkan ke perguruan tinggi, aku dan sahabatku Fikhy selalu menyebut nama Bali.
“Pokoknya tempat wisata yang paling ingin aku kunjungi adalah Bali, bro. Surganya Indonesia ada di Bali,” ucap Fikhy.
“Benar sekali, kaya di film itu, kerennya Bali,” ucapku sambil terbayang tempat wisata Bali yang ada dalam film tersebut.
Singkat cerita, di tahun 2013 kami sudah bertekad untuk berangkat kesana tanpa melalui jasa traveling wisata. Hanya tekat untuk coba-coba dengan keberanian yang cukup nekat.
Tidak ada kisah yang seru kalau perjalanan kami di pulau yang indah itu dipandu oleh pemandu wisata. Sangat jauh berbeda ketika ada cerita lucu dan seru yang ingin diabadikan dalam tulisan ini.
Meski kami tidak berangkat seperti backpacker yang berganti-ganti kendaraan dengan jalur darat, tapi keberangkatan kami diibaratkan semi backpacker.
Jambi-Jakarta dengan jalur darat, selanjutnya Jakarta-Bali dengan jalur udara.
Hal itu bertujuan agar kami tidak terlalu lama dalam perjalanan, karena membutuhkan stamina yang kuat jika menyebrang dua pulau melalui darat. Kami tidak mau stamina kami habis sebelum sampai di pulau dewata itu.
Tidak terasa pesawat yang kami tumpangi telah mendarat di bandara I Gusti Ngurah Rai Bali.
Turun dari pesawat udara sejuk yang berhembus langsung dari laut memberikan semangat yang sangat kuat. Ditambah lagi, suara deru ombak yang menghempas baru karang sekitar Bandara, semakin terasa kaki ini menginjak bumi.
Sangking bahagianya kami tidak tau arah tujuan setelah turun. Tidak tahu tempat penginapan, bahkan tidak tau arah-arah tempat wisata.
Ketika itu, terlintas dipikiranku untuk kembali lagi ke Jambi. Karena takut hal-hal yang tidak diinginkan terjadi, bisa saja kami ditipu orang, atau mendapatkan kekejaman disana.
Akhirnya, Fikhy menelpon temannya yang sudah pernah ke Bali, lalu kami diarahkan ke sebuah nama jalan, dan nama penginapan yang murah meriah untuk istirahat.
Alhamdulillah kami mendapatkan tempat penginapan yang tidak jauh dari bandara dan pantai Kuta.
Kami menginap di kos-kosan yang berdindingkan triplek dan dua kasur kecil, dengan ukuran lebar kira-kira 2 meter. Cukup untuk kami berdua meski agak geli karena berdekatan sekali, takutnya dikira orang kita homo, hehe.
Untuk penginapan bajajnya permalam cuma Rp 75.000, selanjutnya sewa motor metik Rp. 50.000 per hari. Cukup meriah, dengan harga segitu bisa puas berkeliling di pulau Dewata.
Sampai di penginapan waktu itu sekitar pukul 17.00 WITA, beda satu jam dong dengan Jambi. Harus diatur lagi nih jamnya, hehe.
Tidak begitu sulit untuk beradaptasi dengan waktu setempat yakni WIB ke WITA, yah meskipun terkadang kalau menonton film di televisi harus lebih lama dari jadwal yang ditayangkan.
Kebetulan kami mendapatkan pemilik kos yang gaul dan ramah.
“Kamu mau kemana nanti,” tanya Abang kos sambil menghisap rokoknya.
“Kami mau ke pantai Nusa dua bang,” jawab Fikhy sambil searching di google.
“Kamu ke arah sana, lurus saja terus,” jawab Abang kos.
“Serius bang cuma ke sana saja, nanti kami nyasar,” ucap ku dengan nada heran.
“Pokoknya kamu tenang saja, buka google map, kalau tidak lihat rambu-rambunya pasti jelas tu. Kalau masih ragu tanya saja orang sekitar.” Ucapnya.
“Kamu tidak akan nyasar kalau di Bali, di Bali aman jauh dari kriminal, tenang aja,” tambah Abang kos.
Cus, hidupkan motor langsung tancap gas. (Bersambung)